Kayu Gelondong
Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem,
pengolahannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan untuk
menjaga dan memelihara fungsi tanah, air, udara, iklim dan lingkungan hidup
serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Inventarisasi
dan penatagunaan hutan ditingkatkan untuk menetapkan status kawasan hutan,
memanfaatkan hutan konversi bagi penyediaan lahan untuk kepentingan pembangunan
serta untuk melestarikan manfaat ekosistem dan keserasian tata lingkungan.
Sesuai dengan
fungsinya, semua jenis hutan telah dikelola dengan hasil yang beraneka ragam.
Ada hutan yang menghasilkan jasa wisata dan lingkungan sebagai menghasilkan kayu atau produksi non
kayu. Dari eksploitasi hutan produksi tetap ini dapat dihasilkan kayu olahan
dengan nilai export.
Sangat ironis
apabila industri karya desain interior berbasis kayu menghadapi
ketidakberlanjutan karena kekurangan kayu. Sebagian karena hutan sudah hampir
habis dibabat. Sebagian lagi karena kayu diselundupkan ke luar negeri.. Hutan
rusak karena dirambah untuk pembangunan yang tidak rasional, seperti permukiman
di daerah puncak pegunungan.
Eksploitasi hutan dengan menggunakan sistem
Tebang Pilih Taman Indonesia (TPTI) telah menghasilkan kayu untuk mendukung
beroperasinya industri kayu. Namun ternyata antara kapasitas pabrik yang ada
dengan kebutuhan kayu bulat tidak seimbang.
Kegunaan hasil produk untuk karya
desain interior dan desain dapat
beragam, dan luwes. Namun yang perlu diingat sisa potongan kayu atau limbah
gergajian sebenarnya masih dapat difungsikan lagi. Namun tidak kalah pentingnya
dalam hal kualitas ekspor hasil karya desain
interior dan desain perlu memperhaikan perolehan sertifikat
ecolabeling maupun ISO yang ditentukan
oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan maupun kesepakatan dunia
internasional.
Tabel 2: Kebutuhan Bahan Baku Kayu Glondongan.
No
|
Jenis Industri |
Jumlah
|
||
Unit
|
Kapasitas
(per Tahun)
|
Kebutuhan Kayu Bulat
(M3/Tahun)
|
||
1
|
Saw-mill |
1.973
|
17.894.693
|
35.608.218
|
2
|
Ply-wood
|
115
|
9.459.485
|
17.503.047
|
3
|
Black-Board
|
114
|
1.926.688
|
1.177.421
|
4
|
Particle-Board
|
80
|
6.769.420
|
-
|
5
|
Chip-mill
|
19
|
4.093.522
|
4.293.552
|
6
|
Pulp-will
|
3
|
630.000
|
3.150.000
|
7
|
Pancil-Slat
|
6
|
86.045
|
139.272
|
8
|
Chapstick
|
75
|
4.156.570
|
664.091
|
9
|
Korek api
|
9
|
16.506.000
|
214.578
|
Jumlah |
2.394
|
75.216.423
|
62.747.549
|
Sumber: Ditjen
Pengusahaan Hutan (1990)
Produk Kayu Bangunan
Kualitas bangunan dapat dilihat dari segi 1) bahan
bangunan serta konstruksinya dan 2) tata letak atau keberhasilan desain
interior. Bahan bangunan dan konstruksi menentukan suatu bangunan mudah rusak,
mudah terbakar, lembab, panas, mudah jadi sarang serangga pembawa penyakit,
panas, bising dan sebagainya.
Kayu olahan, merupakan bahan kayu yang telah diolah
dari kayu gelondong.
Tidak semua kayu gelondong dipotong dalam bentuk
papan. Ada yang dikupas
dengan pisau tajam sehingga potongannya menjadi tipis yang disebut lapisan kayu
halus, terkelupas. Beberapa lapisan kayu halus dapat di lem disatukan untuk
dijadikan tripleks, dengan spesifik baru lebih kuat, lebih murah daripada kayu
padat dengan ketebalan yang sama.
Lapisan kayu halus yang berasal dari kayu gelondong
masih langka dan mahal, namun kegunaan dalam interior dapat ditempelkan pada
kayu atau papan tipis yang lebih jelek mutunya seperti untuk finishing
permukaan meja, kursi, almari, serta
peralatan dapur. Papan blok mempunyai jenis olahan
kayu lain, sering dipakai untuk pintu. Blok kayu lunak
di lem menjadi satu diantara dua potong lapisan kayu halus. Papan blok lebih menyerupai lapisan kayu. Sistem daur ulang yang dianjurkan
untuk eko-interior, supaya tidak ada sedikitpun serbuk gergaji dan potongan
kecil dari kayu terbuang dari tempat penggergajian. Potongan kecil kayu
dipotong menjadi keeping kecil bersama dengan serbuk gergaji, ditaburi lem dan
ditekan menjadi lembaran untuk dibuat papan tipis.
Furnitur
Furnitur lebih akrab disebut perabot,
merupakan hasil karya Desain Interior sebagai pengisi ruangan. Bahan baku utama
perabot bias terbuat dari bermacam bahan alami maupun buatan, seperti kayu,
bambu, rotan, besi, baja, keramik tanah liat, aluminium, plastik, kaca, maupun
fiber dan sebagainya sesuai fungsi dan peruntukannya. Furniture kualitas ekspor
perlu memperhatikan standar mutu seperti ISO atau Ecolabeling. Apabila tidak
memenuhi persyaratan secara global maka produkfurnitur tidak dapat berkompetisi
dalam kancah ekspor dunia. Model, gaya dan konstruksi untuk masing-masing
perabot mempunyai teknik secara spesifik. Hanya saja persaingan secara global
mensyaratkan material utama furniture harus ramah lingkungan dari sejak
pengambilan bahan baku sampai perawatannya.
a. Peluang Ekspor Mebel
Peningkatan nilai ekspor mebel hasil karya
Desain Interior dapat meningkat apabila pihak Departemen Kehutanan
memprioritaskan jatah tebangan hutan alam untuk bahan baku industri mebel.
Apabila ditargetkan ada kenaikan nilai ekspor produk mebel, akan dapat tercapai
kalau penggunaan jatah tebangan hutan alam betul-betul dimanfaatkan untuk
mebuat produk mebel yang bernilai tambah.
Dari catatatn Asosiasi Industi Permebelan
dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), nilai ekspor produk mebel tahun 2003
mencapai 1,64 miliar dolar AS. Tahun 2002, nilai ekspornya sebesar 1,47 miliar
dolar AS. Pengaruh kebijakan Menteri Perindustrian dan Perdagngan diharapkan
memprioritaskan penggunaan jatah tebangan hutan alam untuk bahan baku industri
mebel daripada indsutri perkayuan lainnya. Kebijakan pemerintah tersebut
jelas sangat berpengaruh terhadap
naiknya nilai ekspor industri mebel. Misalnya, rencana pemerintah untuk
melarang ekspor rotan mentah. Hal ini dapat dipahami, karena dengan ekspor
rotan lebih dapat meningkatkan produksi dan nilai tambah.
Rotan mentah selama ini memang diekspor,
baik secara resmi, dengan memanipulasi administrasi dokumen, maupun
menyelundup. Manipulasi administrasi dokumen dilakukan dengan cara merendahkan
harga patokan ekspor (HPE) rotan dan pajak ekspor sebesar 15 persen. HPE rotan
berkisar 0,55 dolar AS per kg sampai 2 dolar AS per kg. Untuk itu para Desainer
Interior harap memahami apabila eksportir nakal menggunakan patokan HPE yang
rendah meskipun seharusnya membayar dengan HPE 2 dolar AS.
Pihak Departemen Kehutanan perlu
memprioritaskan penggunaan jatah tebangan hutan untuk bahan baku industri
mebel. Sebagai contoh, kalau satu kayu gelondongan dimanfaatkan untuk produk
mebel, nilai tambah akan lebih tinggi. Nilai tambah menjadi berkurang kalau
kayu bulat tadi hanya dimanfaatkan untuk produk kayu lapis (plywood)
atau kayu gergajian. Salah satu kendala yang membuat daya saing produk mebel
kurang adalah adanya ekspor kayu secara
ilegal.
Kayu ilegal dimanfaatkan negara lain dan
memproduksi produk mebel. Bahkan pengusaha mebel dari negara lain, seperti
Malaysia, juga memanfaatkan tanaga kerja Indonesia (TKI) untuk memproduksi
produk mebel. Kondisi buruk tersebut apabila tidak segera diperbaiki akan
berdampak pada keterpurukan peran Desain Interior untuk memproduksi mebel.
Sebagai ilustrasinya, nilai ekspor produk mebel tahun 2004 sebesar 200 juta
dolar AS sampai 300 juta dolar AS berpotensi hilang karena produsen mebel tidak
dapat memenuhi pesanan dari pembeli. Pesanan tidak dapat dipenuhi produsen
karena adanya pembatasan jatah tebangan hutan alam tahun 2004 sebesar 5,5 juta
meter kubik.
Veneer dan Finishing Kayu
Sebagai penutup atau fisnishing interior
sering dipergunakan secara tidak alami ialah bahan pelapis veneer dan finishing
kayu. Bahan baku veneer berupa plastik dan karet sehingga akan menmbulkan
kelembaban pada dinding karena tidak mempunyai pori-pori yang terbuka lebar
untuk penguapan.
Finishing kayu dapat bermacam dan berbagai
jenis produk yang beredar di pasaran. Faktor efisiensi dalam pelapisan
finishing kayu serta kemudahan perawatan menjadi pertimbangan untuk sifat eko
efisiensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menjadikan sadar dan menajamkan kepekaan sewaktu mendesain agar selalu memperhatikan serta ikut melestarikan lingkungan secara berkelanjutan dalam menghadapi globalisasi.