Rabu, 02 November 2011

Material Kayu


    Kayu Gelondong
Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem, pengolahannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan untuk menjaga dan memelihara fungsi tanah, air, udara, iklim dan lingkungan hidup serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Inventarisasi dan penatagunaan hutan ditingkatkan untuk menetapkan status kawasan hutan, memanfaatkan hutan konversi bagi penyediaan lahan untuk kepentingan pembangunan serta untuk melestarikan manfaat ekosistem dan keserasian tata lingkungan.
Sesuai dengan fungsinya, semua jenis hutan telah dikelola dengan hasil yang beraneka ragam. Ada hutan yang menghasilkan jasa wisata dan lingkungan  sebagai menghasilkan kayu atau produksi non kayu. Dari eksploitasi hutan produksi tetap ini dapat dihasilkan kayu olahan dengan nilai export.
Sangat ironis apabila industri karya desain interior berbasis kayu menghadapi ketidakberlanjutan karena kekurangan kayu. Sebagian karena hutan sudah hampir habis dibabat. Sebagian lagi karena kayu diselundupkan ke luar negeri.. Hutan rusak karena dirambah untuk pembangunan yang tidak rasional, seperti permukiman di daerah puncak pegunungan.                                               

Eksploitasi hutan dengan menggunakan sistem Tebang Pilih Taman Indonesia (TPTI) telah menghasilkan kayu untuk mendukung beroperasinya industri kayu. Namun ternyata antara kapasitas pabrik yang ada dengan kebutuhan kayu bulat tidak seimbang.
Kegunaan hasil produk untuk karya desain  interior dan desain dapat beragam, dan luwes. Namun yang perlu diingat sisa potongan kayu atau limbah gergajian sebenarnya masih dapat difungsikan lagi. Namun tidak kalah pentingnya dalam hal kualitas ekspor hasil karya desain  interior dan desain perlu memperhaikan perolehan sertifikat ecolabeling  maupun ISO yang ditentukan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan maupun kesepakatan dunia internasional.

Tabel 2: Kebutuhan Bahan Baku Kayu Glondongan.

No
 
Jenis Industri
Jumlah
Unit
Kapasitas
(per Tahun)
Kebutuhan Kayu Bulat
(M3/Tahun)
1

Saw-mill

1.973
17.894.693
35.608.218
2
Ply-wood
115
9.459.485
17.503.047
3
Black-Board
114
1.926.688
1.177.421
4
Particle-Board
80
6.769.420
-
5
Chip-mill
19
4.093.522
4.293.552
6
Pulp-will
3
630.000
3.150.000
7
Pancil-Slat
6
86.045
139.272
8
Chapstick
75
4.156.570
664.091
9
Korek api
9
16.506.000
214.578
Jumlah
2.394
75.216.423
62.747.549
           Sumber: Ditjen Pengusahaan Hutan (1990)
 
    Produk Kayu Bangunan
Kualitas bangunan dapat dilihat dari segi 1) bahan bangunan serta konstruksinya dan 2) tata letak atau keberhasilan desain interior. Bahan bangunan dan konstruksi menentukan suatu bangunan mudah rusak, mudah terbakar, lembab, panas, mudah jadi sarang serangga pembawa penyakit, panas, bising dan sebagainya.
Kayu olahan, merupakan bahan kayu yang telah diolah dari kayu gelondong.
Tidak semua kayu gelondong dipotong dalam bentuk papan. Ada yang dikupas dengan pisau tajam sehingga potongannya menjadi tipis yang disebut lapisan kayu halus, terkelupas. Beberapa lapisan kayu halus dapat di lem disatukan untuk dijadikan tripleks, dengan spesifik baru lebih kuat, lebih murah daripada kayu padat dengan ketebalan yang sama.
Lapisan kayu halus yang berasal dari kayu gelondong masih langka dan mahal, namun kegunaan dalam interior dapat ditempelkan pada kayu atau papan tipis yang lebih jelek mutunya seperti untuk finishing permukaan meja, kursi,  almari, serta peralatan dapur. Papan blok mempunyai jenis olahan kayu lain, sering dipakai untuk pintu. Blok kayu lunak di lem menjadi satu diantara dua potong lapisan kayu halus. Papan blok lebih menyerupai lapisan kayu. Sistem daur ulang yang dianjurkan untuk eko-interior, supaya tidak ada sedikitpun serbuk gergaji dan potongan kecil dari kayu terbuang dari tempat penggergajian. Potongan kecil kayu dipotong menjadi keeping kecil bersama dengan serbuk gergaji, ditaburi lem dan ditekan menjadi lembaran untuk dibuat papan tipis.
  
    Furnitur
Furnitur lebih akrab disebut perabot, merupakan hasil karya Desain Interior sebagai pengisi ruangan. Bahan baku utama perabot bias terbuat dari bermacam bahan alami maupun buatan, seperti kayu, bambu, rotan, besi, baja, keramik tanah liat, aluminium, plastik, kaca, maupun fiber dan sebagainya sesuai fungsi dan peruntukannya. Furniture kualitas ekspor perlu memperhatikan standar mutu seperti ISO atau Ecolabeling. Apabila tidak memenuhi persyaratan secara global maka produkfurnitur tidak dapat berkompetisi dalam kancah ekspor dunia. Model, gaya dan konstruksi untuk masing-masing perabot mempunyai teknik secara spesifik. Hanya saja persaingan secara global mensyaratkan material utama furniture harus ramah lingkungan dari sejak pengambilan bahan baku sampai perawatannya.
a.  Peluang Ekspor Mebel
Peningkatan nilai ekspor mebel hasil karya Desain Interior dapat meningkat apabila pihak Departemen Kehutanan memprioritaskan jatah tebangan hutan alam untuk bahan baku industri mebel. Apabila ditargetkan ada kenaikan nilai ekspor produk mebel, akan dapat tercapai kalau penggunaan jatah tebangan hutan alam betul-betul dimanfaatkan untuk mebuat produk mebel yang bernilai tambah.
Dari catatatn Asosiasi Industi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), nilai ekspor produk mebel tahun 2003 mencapai 1,64 miliar dolar AS. Tahun 2002, nilai ekspornya sebesar 1,47 miliar dolar AS. Pengaruh kebijakan Menteri Perindustrian dan Perdagngan diharapkan memprioritaskan penggunaan jatah tebangan hutan alam untuk bahan baku industri mebel daripada indsutri perkayuan lainnya. Kebijakan pemerintah tersebut jelas  sangat berpengaruh terhadap naiknya nilai ekspor industri mebel. Misalnya, rencana pemerintah untuk melarang ekspor rotan mentah. Hal ini dapat dipahami, karena dengan ekspor rotan lebih dapat meningkatkan produksi dan nilai tambah.
Rotan mentah selama ini memang diekspor, baik secara resmi, dengan memanipulasi administrasi dokumen, maupun menyelundup. Manipulasi administrasi dokumen dilakukan dengan cara merendahkan harga patokan ekspor (HPE) rotan dan pajak ekspor sebesar 15 persen. HPE rotan berkisar 0,55 dolar AS per kg sampai 2 dolar AS per kg. Untuk itu para Desainer Interior harap memahami apabila eksportir nakal menggunakan patokan HPE yang rendah meskipun seharusnya membayar dengan HPE 2 dolar AS.
Pihak Departemen Kehutanan perlu memprioritaskan penggunaan jatah tebangan hutan untuk bahan baku industri mebel. Sebagai contoh, kalau satu kayu gelondongan dimanfaatkan untuk produk mebel, nilai tambah akan lebih tinggi. Nilai tambah menjadi berkurang kalau kayu bulat tadi hanya dimanfaatkan untuk produk kayu lapis (plywood) atau kayu gergajian. Salah satu kendala yang membuat daya saing produk mebel kurang adalah adanya  ekspor kayu secara ilegal.
Kayu ilegal dimanfaatkan negara lain dan memproduksi produk mebel. Bahkan pengusaha mebel dari negara lain, seperti Malaysia, juga memanfaatkan tanaga kerja Indonesia (TKI) untuk memproduksi produk mebel. Kondisi buruk tersebut apabila tidak segera diperbaiki akan berdampak pada keterpurukan peran Desain Interior untuk memproduksi mebel. Sebagai ilustrasinya, nilai ekspor produk mebel tahun 2004 sebesar 200 juta dolar AS sampai 300 juta dolar AS berpotensi hilang karena produsen mebel tidak dapat memenuhi pesanan dari pembeli. Pesanan tidak dapat dipenuhi produsen karena adanya pembatasan jatah tebangan hutan alam tahun 2004 sebesar 5,5 juta meter kubik.


  Veneer dan Finishing Kayu
Sebagai penutup atau fisnishing interior sering dipergunakan secara tidak alami ialah bahan pelapis veneer dan finishing kayu. Bahan baku veneer berupa plastik dan karet sehingga akan menmbulkan kelembaban pada dinding karena tidak mempunyai pori-pori yang terbuka lebar untuk penguapan.
Finishing kayu dapat bermacam dan berbagai jenis produk yang beredar di pasaran. Faktor efisiensi dalam pelapisan finishing kayu serta kemudahan perawatan menjadi pertimbangan untuk sifat eko efisiensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadikan sadar dan menajamkan kepekaan sewaktu mendesain agar selalu memperhatikan serta ikut melestarikan lingkungan secara berkelanjutan dalam menghadapi globalisasi.