Kamis, 24 November 2011

Eko Interior Penting


1.     Pentingnya Kualitas Lingkungan Interior
Telah dibuktikan oleh WHO dengan penyelidikan di seluruh dunia, adanya angka kematian (mortality), angka perbandingan orang sakit (mobidity) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, ada di tempat dimana terdapat hygine dan sanitasi lingkungan inteior yang buruk (Entjang, 1981). Kualitas lingkungan interior menjadi sangat penting sebagai suatu habitat untuk hidup manusia dan organisme, berinteraksi, juga dominan dalam menentukan status kesehatan, sumber kegiatan dan tempat melangsungkan kebutuhan biologis.
Dasar filosofis yang diberikan Prof. Winslow (1920) berkaitan dengan pentingnya kualitas lingkungan interior, yaitu penghuni hanya akan sehat apabila setiap manusia ikut-serta menyehatkan dirinya sendiri serta lingkungannya. Tanpa keterlibatan penghuni, kesehatan tidak akan tercapai (Soemirat, 1996). Filosofi inilah yang mendasari pentingnya keikutsertaan penghuni dalam peningkatan kualitas lingkungan interior.
Kajian Doxiadis (1978) ada dua unsure utama yang mempengaruhi kualitas lingkungan nterior, pertama adalah  Isi (the content) yaitu penghuni baik individu maupun kelompok; kedua wadah (the container) atau lingkungan fisikal (physical settlemen). Berangkat dari dua unsur utama tadi dapat dijabarkan lagi menjadi menjadi lima elemen dalam lingkungan interior, yaitu elemen alam (nature), manusia (man), kehidupan social (society), interior sebagai tempat tinggal/kegiatan (shells) dan system jaringan (networks). Dengan demikian kualitas lingkungan interior secara fisik (physical settlement) berupa bangunan interior dengan jaringan fasilitas dan lingkungan alamnya untuk menanmpung dan memenuhi keperluan aktivitas penghuninya (fisik dan non fisik).
Bertitik-tolak dari dua unsur utama yang mendukung interior tersebut tercipta elemen yang yang memungkinkan suatu keadaan manusia untuk menyelenggarakan kehidupannya. Elemen tersebut meliputi karya, marga, ruangan, suka dan penyempurna. Kelima unsur tersebut dianggap sebagai bagian dari subsistem yang masing-masing saling berhubungan dalam ujud hubungan aksial, interaksial, dependensial mapun interdependensial. Gangguan pada salah satu unsur dalam lingkungan interior akan menyebabkan gangguan pada unsur yang lain, dan sebaliknya perbaikan pada salah satu unsur interior akan mengakibatkan membaiknya unsur interior yang lain.
Mengacu pada pengertian kualitas lingkungan sebagai derajad kemampuan lingkungan untuk untuk memenuhi keperluan dasar manusia yang hidup dalam lingkungan itu (Soemarwoto, 1978). Dengan demikian kualitas lingkungan interior adalah derajad atau peringkat kemampuan lingkungan tersebut dalam memenuhi keperluan tinggal dalam ruangan bagi penghuninya.
Derajad kemampuan lingkungan interior menurut pengertian tersebut untuk mewadahi dan memenuhi keperluan hingga dapat dipergunakan sebagai ruang tempat tinggal penghuninya. Untuk memenuhi persyaratan kualitas lingkungan interior yang baik diperlukan kesesuaiana keberadaan manusia sebagai penghuninya dan kemampuan lingkungan fisik sebagai wadah. kualitas lingkungan interior erat hubungannya dengan kesehatan. Hal ini terungkap dalam definisi kesehatan yang secara ekspansif serta tertera dalam piagam organisasi kesehatan dunia dalam bukunya Eckhlom (1981), kesehatan merupakan suatu keadaan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani, rohani dan social yang utuh. Dalam tautan kesehatan dalam lingkungan interior, terdapat aspek derajad kesehatan dalam suatu wilayah sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan interiornya, baik dalam skala individual maupun komunal. Menurut Achmadi (1992) “sehat merupakan resultante hubungan interaktif antara manusia dan lingkungannya secara seimbang. Bila terjadi perubahan lingkungan akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan akan disusul oleh perubahan tingkat kesehatan masyarakatnya”.
Kualitas bangunan interior dapat dilihat dari segi: 1) bahan bangunan serta konstruksinya, 2) denah tata letak interior. Bahan bangunan dan kontruksi menentukan suatu interior mudah rusk, mudah terbakar, lembab, panas, mudah jadi sarang serangga pembawa penyakit, bising dan lain-lain. Denah tata letak interior menentukan cukup tidaknya jumlah ruang yang tersedia terhadap jumlah penghuni serta berbagai kegiatannya. Pemanfaatan bangunan interior yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dapat terjadi gangguan kesehatan. Pemeliharaan bangunan interior mempengaruhi kesehatan penghuni, karena fasilitas yang tersedia tidak dipelihara dengan baik akan membantu terjadinya wabah penyakit.

2.     Ketidaknyamanan Interior
      Pada awal mulanya desain interior dibuat untuk melindungi manusia dari keamanan dan pengendalian lingkungan atmosfiris. Bangunan interior dapat dianggap sebagai bentuk seksama dari pengendalian suhu (thermomeregulator). Bangunan interior dapat melindungi anasir-anasir cuaca yang tidak diharapkan seperti angin kencang dan hujan, serta secara peka dapat menyediakan lingkungan dengan beban suhu yang rendah. Berarti dengan tinggal di dalam bangunan interior, maka mintakat upaya pengendalian suhu minimum dapat tercapai dengan keadaan suhu di luar interior berada di atas atau di bawah mintakat suhu tersebut.
      Neraca energi suatu interior tergantung pada neraca energi bagian eksterior bangunan, pemanasan antropogenik yang berlangsung pada bagian interior, dan fasilitas yang memungkinkan bagian dinding bangunan untuk dapat berinteraksi antara  bagian interior dan bagian eksterior bangunan.
      Pada saat siang hari pemuatan beban bahang melalui radiasi tatasurya secara intensif berlangsung di bagian eksterior bangunan. Akibatnya bagian eksterior bangunan menjadi lebih hangat dari bagian interior akan menerima fluks energi ke arah dalam. Pada waktu malam hari, dengan iradiasi lemah dari bagian eksterior, akan terjadi fluks energi ke arah luar.
      Bila bahan dan konstruksi bangunan interior memungkinkan untuk terjadinya pertukaran energi secara mudah antara bagian interior dan eksterior maka bangunan akan berfungsi sebagai  . Keadaan sebaliknya terjadi bila pertukaran bahang terhambat dan terjadi perbedaan suhu yang besar antara bagian dalam dan bagian luar bangunan.
Pertukaran bahang dalam bangunan interior sepertinya berlangsung melalui 3 cara, yaitu:
a.       Radiasi tatasurya masuk ke dalam interior melalui jendela/bukaan atau kaca. Perolehan bahang melalui proses ini tergantung pada ukuran dan orientasi bukaan, dan keadaan alami dari radiasi tatasurya yang datang dalam arti intensitasnya, dan watak arahnya.
b.      Bahang (heat) akan masuk dan meninggalkan bangunan interior sebagai akibat adanya ventilasi seperti jendela, pintu, retakan/celah, dan bukaan lainnya akan lebih cepat bila posisi ventilasi silang (cross ventilations).
c.       Bahang (heat) akan dikonduksikan melalui bahan-bahan bangunan pembentuk interior (dinding, langit-langit, lantai, kusen dan bahan pintu, jendela dll). Aliran ini akan tergantung pada watak termis dari bahan bangunan, dan kekuatan gradien suhu lingkungan interior. Dalam proses ini watak termis yang terpenting adalah ketebalan dan konduktifitas termal bahan, dan ketebalan lapisan keliling laminer yang menambah permukaan interior bangunan.
Rancang-bangun interior di lingkungan kawasan panas dan kering, pengendalian bahangnya dilakukan dengan empat cara:
a.       Masukan radiasi tatasurya harus dikurangi sebanyak mungkin dengan membuat celah atau bukaan sekecil mungkin dalam desain interior, dan menggunakan peneduh seperti beranda, pohon perindang maupun pohon yang berfungsi barier.
b.      Saling menaungi atau meneduhi diantara bangunan pembentuk interior dengan mengatur jarak antara bangunan.
c.       Menggunakan bahan bangunan interior yang mempunyai kapasitas bahang tinggi (seperti batu bata, tanah, breksi batu apung) sehingga perolehan bahang dari luar dapat diimbangi.
d.      Apabila dimungkinkan desain interior menanggulangi atau menahan radiasi panas ke dalam ruangan dengan memperhatikan diantara atap dam langit-langit, diantara elemen dinding dan penyekat ruangan untuk diteruskan aliran radiasi panasnya dengan ventilasi silang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadikan sadar dan menajamkan kepekaan sewaktu mendesain agar selalu memperhatikan serta ikut melestarikan lingkungan secara berkelanjutan dalam menghadapi globalisasi.