Kamis, 22 Desember 2011

Makna Eko Interior Tradisional

Fungsi Tradisi sebagai suatu organisme Spiritual yang memberikan kepada manusia petunjuk dan tuntunan terus menerus  ke arah Pengetahuan Kembali yang selalu ingat kepada Sang Pencipta.


Tradisional berasal dari kata bahasa Inggris Tradition” atau kata Bahasa LatinTraditio” sebagai segala sesuatu adatkepercayaankebiasaanajaran dan sebagainya yang turun menurun.
Kata sifat “Tradisi adalah merupakan  penyerahan atau Delivery, Handing Down.  Sebagai wujud yang di Hand Down  adalah Wisdom”Namun demikian  yang di Wisdom Devine in Origin  bersifat Universal dan Kudus. Sebagai finalnya yang di turunkan adalah Prinsip Yang Tertinggi, yaitu sebagai Supreme Principle atau Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.


Fungsi ‘tradisikarena akan diperoleh inti kajian yang sebenarnya sebagai organisme spiritual yang memberikan kepada manusia petunjuk dan tuntunan terus-menerus ke arah pengetahuan kembaliyaitu mengajak insan untuk selalu ingat kepada Tuhan Sang Pencipta.


Apabila identitas budaya di daerah di tanah air mengacu pada tradisi, tentu saja segala tingkat 
 hierarchinya masing-masing merupakan simbol dari prinsip universil dan sebagai finalnya Prinsip 
 Yang TertinggiSupreme Principle” yang disebut Tuhan Yang Maha Esa

Padahal fungsi simbol sebagai titik-tolak untuk mengetahui Prinsip Universal. Doktrin tradisi inilah 
  yang di-transmit di-hand down atau diturunkan dalam makna yang terkandung pada budaya lokal 
  daerah yang berfungsi sebagai identitas atau ciri tradisi. yang perlu dilestarikan.

Kerangka Kebudayaan
Sistem budaya merupakan inti dari kerangka kebudayaan yang lain, sebagai inti dari sistem 
sosial dan kebudayaan fisik yang ada di lingkungan. 


Pari data datan pisah sekar lelata
Sengkalan angka tahun didirikan Masjid Saka Tunggal Tamansari 1972

Bahu Danyang simbol cobaan manusia
Aluamah, Mutmainah, Sufiah, Muamalah

Mirong berwujud Maejan,
diadopsi dari makam Puteri Champa, Istri Brawijaya V
Alib Lam Mim Manunggaling Kawulo lan Gusti


Bangunan Masjid Saka Tunggla Tamasari
 berbentuk Semar Sinongsong Lambang Gantung






Bagaimana Menjaual Konsep dan Desain Eko Interior?


A.   “Mengapa”  menjual Konsep dan Desain Eko Interior itu Penting?

1. Sejumlah pelayanan Interior yang diberikan tidak dapat mencapai tingkatan akseptabilitas dari beneficiaries seperti yang diharapkan
2.  Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumber daya ekonomis yang terbatas sedangkan efektifitas berhubungan dengan pencapaian hasil sesuai dengan kualitas dan maksudnya. Tugas dari Eko Interior adalah mencapai kedua aspek ini semaksimal mungkin.

Isu-isu di atas, yaitu efisiensi, efektifitas, akseptabilitas, perhatian terhadap Interior dan lingkungan serta fragmentasi pelaksanaan merupakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam persaingan global.
Secara garis besar prinsip yang perlu diperhatikan untuk menjawab isu di atas adalah :
1.  Membuat lebih dekat proses pengambilan keputusan dan pembiayaan suatu program terhadap kelompok sasaran. Hal ini untuk memperbaiki allocative efficiency program karena lebih sensitifnya program terhadap variasi lokal dan lebih tajamnya perumusan. Di lain pihak, pendekatan demikian juga akan memperbaiki productive efficiency karena pembiayaan yang lebih langsung dari kelompok sasaran Garapan eko interior akan meningkatkan akuntabilitas lokal.
2. Adanya desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan sensitifitas proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan suatu program terhadap kebutuhan kelompok sasaran, terutama kelompok miskin perkotaan. Prinsip inipun adalah untuk meningkatkan efektifitas.
3. Adanya kompetensi yang sesungguhnya di dalam proses-proses produksi untuk keperluan pengadaan suatu program sehingga efisiensi dari pelaksanaan dapat dijaga. Hal ini membutuhkan keterlibatan sektor swasta dan dipergunakannya prinsip-prinsip mekanisme pasar yang sehat untuk proses-proses produksi tersebut.
4.   Diperbaikinya sistem keuangan program, khususnya untuk memungkinkan dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan pemasukan yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk operasi dan pemeliharaan dari suatu fasilitas yang diadakan melalui program tersebut.
5.    Dibangunnya sistem yang mengatasi masalah fragmentasi fungsional dan geografi.
6.    Dibangunnya sistem yang membuat program sensitif terhadap kepentingan lingkungan.
7.  Dipergunakannya teknologi tepat guna dan adanya kompetensi untuk pemilihan investasi, rancang bangun dan pelaksanaan infrastruktur dan operasi serta pemeliharaannya. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan efektifitas dari suatu kegiatan atau program.
B.   Mengapa Menjual  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior ?
1.    Belum semua :kekayaan” Eko Interior dikenali, dikualifikasi dan dispesifikasi.
a.    Potensi Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior belum diidentiikasi dan diinventarisasi secara rinci dan lengkap.
b.    Kekayaan dan potensi  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior baru “dikemas” dalam format terbatas, belum untuk “jualan”
2.    Potensi  kekayaan  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  yang ada belum “terjual” optimal.
a.    Potensi yang ada “dijual” dalam format dan kemasan “apa adanya”.
b. Penjualan kekayaan budaya tidak dilakukan secara “terstruktur”, tetapi secara terlepas-lepas.

C.   “Bagaimana” Menjual Potensi  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior ?
1.    Menjual dengan kerangka “Spasial”
a.  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  terdiri atas berbagai bagian, yang dapat “distrukturkan”
b.    Dalam satu satuan manajemen Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior.
2.    Menjual dengan kerangka “Sektoral”
a. Kehidupan penghuni interior terbagi atas berbagai “sektor” (segmen) yang merupakan satuan komunitas manajemen Eko Interior.
3.  Menjual layanan  Potensi Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  dengan prinsip “cost recovery”
a.  “Produksi” dan “deliveri” layanan  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  dilakukan dengan dasar menghasilkan kembalinya biaya produksi untuk layanan yang lebih baik.
4.    Disiapkan “satuan pengelola”  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  yang memadai dan dapat menerima limpahan sebagian urusan sektor-sektor.
a. Kekayaan  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  yang potensial dilimpahkan kepada satuan manajemen kawasan profesional agar “penjualan” dapat menghasilkan kontrubusi pendapatan untuk membiayai pelayanan prima.
5.  Diperbaikinya sistem keuangan program  Materi dan Energi berkaitan dengan Eko Interior  khususnya untuk memungkinkan dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan pemasukan yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk operasi dan pemeliharaan dari suatu fasilitas yang diadakan melalui program tersebut

Kamis, 01 Desember 2011

“PEMANFAATAN KEMBALI LIMBAH POTONGAN KAYU MENJADI MATERIAL FURNITURE DAN ELEMEN PEMBENTUK RUANG DALAM INTERIOR”

SWASTIKA DHESTI ANGGRIANI
091 1677 023
DESAIN INTEROR
         Perkembangan dalam pengerjaan serta pengolahan kayu berjalan sangat pesat, terlebih karena Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa terhadap aneka jenis kayu. Mengenal material kayu dengan tujuan digunakan dan dimanfaatkan, merupakan hal yang penting, baik bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang industri kayu, maupun pemakai kayu lainnya  agar dalam pemanfaatannya kayu dapat digunakan secara benar dan maksimal sehingga tidak terjadi pemborosan penggunaan kayu dan pada akhirnya dapat mengurangi dampak buruknya baik pada alam maupun bagi manusia yang menggunakannya. (Dumanauw,1990 : 7)
     Dalam pemanfaatannya, kayu banyak digunakan sebagai material utama pembuatan furnitur serta sebagai bagian dari pondasi bangunan. Dalam pembuatan furniture misalnya, kayu tersebut diolah menjadi potongan-potongan kayu yang disesuaikan dengan bentuk furniture yang akan dibuat. Sisa dari potongan kayu tersebut biasanya berupa potongan kayu berukuran sedang dan kecil yang pada akhirnya hanya dianggap sebagai limbah tidak bermanfaat dan dibuang begitu saja, kemudian berujung menjadi kayu bakar dan asapnya akan menghasilkan CO2 yang dapat mencemari lingkungan.
     Setelah proses pemanfaatan kayu tersebut selesai, kemudian muncul masalah lain baik di masyarakatnya sendiri maupun pemanfaatannya kemudian di Interior. Masalah yang muncul di masyarakat adalah mengenai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana memanfaatkan limbah potongan kayu agar tak terbuang sia-sia dan dapat menjadi ide kreatif yang juga bermanfaat. Sedangkan di Interior sendiri, masalah yang timbul adalah bagaimana limbah potongan kayu tersebut dapat dimanfaatkan secara tepat menjadi bagian dari furnitur maupun elemen pembentuk ruang, sehingga selain bermanfaat dari segi fungsi juga dapat menambah keindahan interior itu sendiri.
      Beberapa jenis kayu yang cukup dikenal di Indonesia antara lain, kayu jati (bau zat penyamak), kayu ulin (bau keasam-asaman), kayu merbau, kayu bintangur dan mahoni (agak berat dan agak keras), kayu pinus (agak berat, lunak), kayu sonokeling dan sonokembang (mempunyai nilai dekoratif), kayu sengon (daya tahan bakar kecil). Dari sekian banyak jenis kayu tersebut hanya beberapa kayu yang banyak dikenal dan dimanfaatkan sebagai material pembuatan furniture oleh masyarakat, antara lain kayu jati, kayu sonokeling, dan kayu mahoni. (Kasmudjo, 2010 : 55)
      Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet jika memiliki umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu, seperti suhu dan kelembaban udara, panas matahari, udara, air, pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, pengaruh garam, asam, dan basa, jamur penyerang kayu, serangga perusak kayu, lubang serangga penggerek atau cacing laut. (J.F.Dumanauw, 1990 : 7)
   Adapun tujuan pengawetan kayu antara lain untuk memperpanjang usia keawetan kayu, dan memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas pengawetan rendah menjadi pengawetan yang sedang. (Kasmudjo, 2010 : 55)
   Pengawetan kayu dibagi menjadi dua, yaitu pengawetan remanen atau sementara dan pengawetan permanen. Pengawetan sementara bertujuan menghindari serangan perusak kayu pada kayu basah dengan menggunakan bahan pengawet antara lain NaPCP (Natrium Penthaclor Phenol), Gammexane, dan Borax. Pengawetan permanen bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama mungkin dengan menggunakan bahan pengawet seperti Creosot, Carbolineun, dan Napthaline. (J.F.Dumanauw, 1990 : 7)

SOLUSI PROSES PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH POTONGAN KAYU MENJADI SEBUAH PAPAN KAYU SEBAGAI MATERIAL FURNITUR DAN INTERIOR
     Limbah potongan kayu adalah sisa-sisa potongan kayu, seperti sisa potongan kayu furniture yang sudah tidak terpakai lagi dan memiliki ukuran serta bentuk yang bervariasi.
      Limbah potongan kayu ini dapat ditemukan di pabrik-pabrik pembuatan furniture. Biasanya limbah kayu ini berupa potongan dan serpihan. Limbah potongan ini berupa papan-papan  atau potongan-potongan kecil yang masih dapat dilihat bentuknya. Sedangkan serpihan kayu merupakan sisa-sisa proses pengolahan kayu baik pemotongan maupun penghalusan yang menghasilkan bubuk-bubuk kayu. Saat ini, bubuk kayu telah banyak dimanfaatkan menjadi kayu olahan seperti multipleks, blockboard, dan sebagainya, sedangkan potongan kayu masih belum banyak dimanfaatkan (Kasmudjo, 2010 : 55).
Untuk mengolah limbah potongan kayu, langkah pertama adalah membentuk menjadi papan kayu dan kemudian diaplikasikan pada furnitur dan elemen pembentuk ruang di dalam interior.
Proses pengolahan limbah potongan kayu menjadi papan kayu antara lain:
1.  Potongan limbah kayu yang digunakan sebaiknya merupakan limbah potongan kayu yang memiliki ukuran yang hampir sama. Oleh karena itu, sebelum digunakan, sebaiknya limbah potongan kayu tersebut diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi beberapa ukuran.
2.       Pada bagian sisi potongan kayu saling didekatkan dan diluruskan dengan potongan kayu lainnya.
3.   Bagian sisi-sisi kayu yang telah dicocokkan dan diluruskan kemudian di beri lem dan direkatkan. Terdapat dua jenis lem yang dapat digunakan, yaitu lem alteco dan lem G (waktu perekatan lebih cepat), serta lem racol atau rajawali putih (waktu perekatan cukup lama).
4.   Setelah sambungan lem kering, dan kayu telah saling merekat menjadi sebuah papan kayu, proses selanjutnya adalah pengetaman (dihaluskan dengan mesin ketam listrik). Fungsi dari proses ini selain untuk meratakan dan meluruskan, juga untuk membersihkan potongan kayu daari kotoran-kotoran ataupun sisa finishing sebelumnya. Beberapa proses ketam, antara lain:
·         Ketam perata (surface planner). Merupakan mesin ketam dua sisi yang berfungsi meratakan dua sisi papan kayu.
·         Ketam penebal (thicknesser). Merupakan mesin ketam yang berfungsi meratakan pada dua sisi dan meluruskan pada dua sisi lainnya.
·         Ukuran ditentukan sesuai keperluan, lalu papan dipotong menggunakan gergaji circle (circular saw) dengan sistem kerja gergaji mesin berada pada satu tempat dan kayu tersebut yang didorong melewati gergaji.
·         Jika tidak terdapat mesin ketam listrik, dapat menggunakan mesin ketam manual untuk meratakan dan gergaji manual untuk meluruskan. (I Made Westra, 1993 : 106)



Gambar 1. Papan Limbah Potongan Kayu
       Setelah melewati beberapa proses tersebut, limbah potongan kayu telah menjadi sebuah papan kayu yang memiliki tekstur dan warna yang berbeda-beda karena papan tersebut tak hanya terdiri dari satu jenis kayu, melainkan dari beberapa jenis kayu.


Gambar 2. Papan Limbah Potongan Kayu Ketebalan 2 dan 3 cm
    Papan kayu yang terdiri dari potongan-potongan kayu tersebut kemudian dapat dimanfaatkan menjadi berbagai benda pakai pada interior suatu ruangan. Selain menambah fungsi dari limbah potongan kayu tersebut, papan limbah potongan kayu ini juga dapat menambah nilai estetis pada suatu benda. Hal ini karena papan memiliki ciri-ciri yang berbeda dibandingkan dengan papan kayu biasa. Ciri-ciri tersebut anatara lain adanya perbedaan beberapa warna kayu yang digunakan, arah serat kayu yang berbeda-beda, dan bentuk serta ukuran kayu yang direkatkan juga berbeda-beda.
Beberapa benda pakai yang dapat dibuat menggunakan papan limbah potongan kayu:
·         Elemen pembentuk ruang : partisi atau pembatas dinding, plafon, pelapis dinding, pelapis lantai.
·         Furniture : lemari pajang (storage), coffee table, Top table pada coffee table
·         Aksesoris interior (table lamp, standing lamp, kotak penyimpanan, dsb)
·         Elemen hias perabot (kursi, meja, lemari, dsb)

     Finishing dilakukan pada akhir proses pengerjaan papan limbah potongan kayu ini. tujuan finishing adalah untuk menghindarkan pengaruh kelembaban udara, mencegah serangan hama dan jamur perusak, serta memperindah permukaan papan limbah potongan kayu tersebut. Kualitas hasil finishing ini dapat dilihat dari warna, kilap, kehalusan, dan sifat dekorasi (menarik, indah). (Kasmudjo, 2010 : 55)
     Finishing dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu pengolesan dan penyemprotan. Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai finishing tergantung pada hasil akhir yang diinginkan. Jika ingin menampakkan serat alami kayu, dapat digunakan melamic dan politur. Tetapi jika serat kayu tersebut ingin ditutupi dan menghaasilkan kayu yang halus, dapat menggunakan cat duco.

    Limbah potongan kayu yang biasanya banyak dihasilkan oleh pabrik furniture tak hanya akan menjadi limbah buangan semata jika masyarakat dapat mengetahui cara pemanfaatannya agar menjadi benda yang memiliki fungsi kembali. Salah satu cara pemanfaatannya adalah dengan mengolah kembali limbah potongan kayu tersebut menjadi papan kayu yang kemudian dapat digunakan menjadi pelengkap berbagai macam elemen interior. Kayu yang biasanya banyak digunakan pada furniture seperti kayu jati, sonokeling, dan mahoni dapat dipadu padankan dan menciptakan nilai estetis.
   Limbah potongan kayu tersebut diproses kembali menjadi papan kayu dengan proses perekatan dan perataan atau pengetaman. Setelah melalui proses tersebut, limbah potongan kayu akan menjadi sebuah papan dari limbah potongan kayu yang kemudian dapat dimanfaatkan dalam interior menjadi benda pakai seperti partisi, top table, pelapis dinding, dan sebagainya.
    Selain mengurangi pencemaran dari limbah, hal ini juga dapat berfungsi untuk menaikkan nilai pakai dan nilai ekonomi suatu benda, sehingga jika cara pengolahan limbah potongan kayu ini dapat diberdayakan di masyarakat, dapat juga menaikkan taraf hidup masyarakat dengan menciptakan lahan pekerjaan baru dari pengolahan limbah pabrik ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dumanauw, J.F. 1990. Pendidikan Industri Kayu Atas-Semarang Mengenal Kayu.Yogyakarta,Kanisius.
Kasmudjo. 2010. Teknik Jitu Memilih Kayu untuk Aneka Penggunaan. Yogyakarta : Cakrawala Media .
Kristianto, M Gani. 1993. Pendidikan Industri Kayu Atas Teknik Mendesain Perabot yang Benar. Yogyakarta : Kanisius.
Westra, I Made. 1993. Pengetahuan Bahan dan Alat Industri Kerajinan Kayu. Jakarta : Pusat Perbukuan, Depdikbud.

Kamis, 24 November 2011

Sistem dalam Produk Desain Interior

7. Sistem dalam Produk Desain Interior
Sebagai input desain interior dalam proses pembuatannya meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan pewarna, tenaga kerja, peralatan, mesin tenaga ahli atau tenaga kerja dan lain-lain.
Pilihan klasifikasi produksi karya desain interior tergantung pada jenis bahan baku, sehingga pengelompokannya dapat dilakukan dengan mudah apakah suatu produksi karya desain interior itu termasuk dalam kelompok industri primair, sekunder ataupun tertier. Untuk beberapa hal produk karya desain interior primer dapat diidentifikasi sebagai industri hulu karena pada dasarnya produk karya desain interior itu ada yang mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi, seperti pengolahan keramik yang belum difinishing dengan warna atau lapisan permukaan.

INPUT PROSES OUTPUT LIMBAH

- Bahan Baku - Industri Karya desain interior/ -Produk Karya Utama - Nilai Ekonomis
Karya Desain Primair
- Tenaga Kerja - Industri Karya desain interior/ -Produk Sampingan - Tidak Bernilai
Karya Desain Sekunder Ekonomis
- Mesin & Peralatan - Industri Karya desain interior/ - Limbah
- Limbah daur ulang Karya Desain Tertier

-- feed back--
Gambar 6 : Sistem Sederhana dalam Produk Karya Desain Interior

Sebagai output produk karya desain interior diklasifikasikan produk utama, sampingan dan limbah yang dapat diuraikan menjadi limbah bernilai ekonomis dan non-ekonomis.
Potensi sumber pencemaran dapat dilaksanakan pada input, proses maupun pada output-nya dengan melihat jenis dan spesifikasi limbah yang diproduksi. Pada bagan sistem sederhana dalam produksi karya desain interior menggambarkan hubungan antara sub-kegiatan dengan kegiatan lain yang terdapat kemungkinan limbah diproduksi menjadi karya desain interior yang lain.


















Gambar 7: Timbulnya Sisa Daur Ulang
(Hufschmidt, 1988)

Sistem dalam Eko Interior


1.      Sistem dalam Eko Interior
Suatu sistem merupakan suatu rangkaian komponen-komponen yang dirancang untuk mencapai suatu obyektif tertentu sesuai dengan yang telah direncanakan (Johnson et al, 1974).
Komponen sistem mempunyai tiga bagian penting, yaitu:
a.       Suatu sistem harus mempunyai suatu maksud atau obyektif yang harus ditampilkan.
b.      Komponen sistem harus dirangkai atau disusun dalam bentuk  organisasi kegiatan tertentu.
c.       Masukan yang berupa informasi, energi dan bahan dijatahkan berdasarkan rencana operasi yang telah ditetapkan.
Ekosistem dalam eko-interior terbentuk oleh empat subsistem utama yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Keempat subsistem dalam eko-interior terdiri dari penghuni, organisasi, lingkungan dan teknologi. Penghuni interior tidak hanya menyangkut jumlahnya saja, tetapi juga aspek yang menyangkut pekerjaan, pendapatan dan pendidikan. Organisasi menyangkut struktur sosial yang mendukung penghuni untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan interior yang dihuni. Lingkungan interior merujuk pada semua gejala ekstenal penghuni interior termasuk sistem sosial. Teknologi merujuk pada artefak, alat dan teknologi yang digunakan oleh penghuni untuk meningkatkan kualitas lingkungan interior.